DISRUPSI : ANCAMAN ATAU PELUANG ?

Singkep79 Views
banner 468x60

Selingga.com (07/01) Dabo.Mengambil tema “Disrupsi dan Hukum Masa Depan”,pihak Taman Metajurika melalui Fakultas Hukum Universitas Mataram nya,menyelenggarakan pertemuan ilmiah pada Sabtu (05/01/2019) tadi.Lembaga kajian para pengemban dan pemikir hukum yang mengkritisi perkembangan filsafat, teori, ilmu hukum dan kasus-kasus hukum ini,digawangi oleh Dosen Hukum Unram Widodo Dwi Putro,dengan beberapa Guru Besar Fakultas Hukum Unram.
Sebagai Penasehat sekaligus Dewan Pakar nya,seperti Prof Zaenal Asikin,Prof Amiruddin,Hayyan Ul Haq,Sabardi,Roro Cahyowati dan Khotibul Islam.
Jalannya diskusi tersebut,juga dihadiri para tokoh,akademisi dan praktisi hukum dari Nusa Tenggara Barat (NTB).Diantaranya adalah Direktur Kriminal Khusus Polda NTB Syamsudin,Ketua Ombudsman NTB Andhar Hakim,Pimpinan Komisi Yudisial perwakilan dari NTB,pimpinan organisasi advokat Kongres Advokat Indonesia (KAI), Peradi,notaris dan dosen-dosen fakultas hukum dari berbagai Universitas di NTB serta para mahasiswa.
Praktisi hukum dari Jakarta International Law Office (JILO) TM. Luthfi Yazid,selaku nara sumber,mengingatkan pentingnya untuk mencermati,mengantisipasi dan membuat aksi-aksi kongkret,dalam menghadapi Era Disrupsi yang sedang terjadi saat ini.
Beberapa point dan issue mengemuka dalam diskusi yang dibuka oleh pimpinan Taman Metajuridika Fakultas Hukum Unram Widodo Dwi Putro,adalah sebagai berikut:
1). Apakah disrupsi itu,disrupsi dalam bidang hukum seperti apa,dan apa dampaknya.Kemudian bagaimana peraturan perundangan dan regulator menghadapi disrupsi,dimanakah posisi kita selaku praktisi hukum serta bagaimana menyikapi masa depan disrupsi.
2).Disrupsi ditandai dengan banyak hal.Misalnya Digitalisasi, Robotisasi,penggunaan Crypto Currency,Bit Coin,Artificial Intelligence,Big Data,adalah sebagian bukti bahwa kita sedang memasuki Era Disrupsi dan Revolusi Industri 4.0.
Fenomena munculnya Toko Pedia,Traveloka,Bukalapak,Uber,Air BnB,Go-Jek,Grab,memperkuat realitas Disruptive Innovation.Pertanyaan nya yang segera muncul ialah,apakah peraturan perundangan atau hukum yang ada,cukup mengatur situasi ini.Contohnya adalah :
Pertama,ketentuan atau peraturan Pemerintah yang mengatur bagi perusahaan penyedia taxi yang harus memiliki lahan.Kemudian bagaimana dengan taxi-taxi online yang tidak diwajibkan mempunyai lahan atau pool.Dan juga bagaimana hukum dapat memberikan perlindungan yang seimbang.Inilah Era Dirupsi yang sedang dihadapi.
Keduanya adalah syarat mengadakan transaksi atau jual-beli yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal1320,bahwa transaksi dapat dilakukan manakala ada kecakapan dari orang yang melakukan transaksi. Pertanyaannya juga,bagaimana kalau anak dibawah umur melakukan pemesanan kue,smartphone dengan Go-Food dan kemudian diantar oleh perusahaan kue tersebut.Kemudian apakah transaksinya akan menjadi tidak sah.
Ketiganya,jika di masa lalu (Pre-Disruption) orang hendak mendengarkan lagu melalui kaset,CD atau USB,sementara sekarang ini orang dapat mendowlowd dan mendengarkan melalui Sfotipay yang merupakan Internet Music Delivery, bagaimana aturan dalam UU Hak Cipta dapat menjangkaunya.Kemudian bagaimana juga dengan pengenaan royaltinya.
Keempat,di Amerika Serikat pengacara atau advokat robot pertama dikenal dengan nama Ross,yang bisa menangani perkara kepailitan (Karen Turner, The Washington Post,16 May, 2016). Hal ini serupa dengan yang diterapkan di European Union,dimana European Commission memfasilitasi Online Dispute Resolution (ODR),untuk penyelesaian perkara perdata atau kontraktual.Dengan system ODR yang mengadili dan memutuskan sengketa,adalah robot. Orang yang bersengketa baru akan bertemu dengan hakim manusia,apabila ia melakukan banding atas putusan ODR.Saat ini juga sudah dikembangkan Internet Dispute Resolution (IDR), Electronic Dispute Resolution (EDR), Electronic Alternative Dispute Resolution (EADR), Online Alternative Dispute Resolution (OADR).
Di Amerika ada eksperimen,dimana Artificial Intelligence digunakan untuk mereview berbagai kontrak.Dan hasilnya sungguh mengejutkan,sebab tingkat akurasinya lebih tinggi dibandingkan dengan puluhan lawyer.Richard Suskind,professor dari Oxfort University,seorang Legal Futurolog terkemuka di dunia,dibukunya yang kontroversial The End of Lawyers (Oxford University Press, 2008),sudah memprediksi keadaan seperti ini. Clayton M Christensen juga adalah Pionner NonHukum,yang memperkenalkan Disruption.Pertanyaannya,apakah robot tersebut merupakan subyek hukum? Umpama ada kekeliruan,bagaimana tanggung jawab hukumnya dan bagaimana pengaturannya.
3). Topik soal disruption mengundang pro dan kontra,termasuk diIndonesia. Namun kita hidup ditengah masyarakat dan pergaulan Internasional.Misalnya kita sebagai anggota Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), anggota WTO dan lain sebagainya.Artinya,begitu misalnya ODR diterapkan dan disetujui oleh MEA,maka mau tidak mau kita harus tunduk dengan ketentuan tersebut.(Im).

banner 325x300
Baca juga :   Ribuan Peserta Di Pawai Kemerdekaan HUT RI Ke -72

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *