Selingga.com (07/09) Daik.Masih berdiri dengan megah nya beberapa bangunan dan infrastruktur lainnya dari PT.Timah sebelumnya seperti puskesmas (RSUD saat ini),perumahan,instalasi air minum serta jaringan jalan,cukup memberi bukti kalau sebelumnya Kabupaten Lingga melalui Kecamatan Singkep merupakan wilayah (nyata) pertambangan.
Belum lagi kalau kita rajin mencari beberapa sumber yang bisa diakses,akan didapati reputasi penambangan yang telah berlangsung selama hampir 2 (dua) abad (1812-1992).Yang dimulai dari masa Sultan Abdul Rahman Syah (1812-1832) yang kemudian dilanjutkan oleh pihak Belanda melalui perusahaan nya SITEM (Singkep Tin Maatschhaappij) pada tahun 1934 yang menandakan babak awal digarapnya barang tambang ini secara besar-besaran.
Sampai akhirnya pada tahun 1959,penambangan timah diambil alih Pemerintah.Dan tahun 1985,kejayaan akan hasil tambang mulai merosot dengan adanya Tin Crash atau “malapetaka timah”.Ini ditandai dengan ambruk nya harga timah di pasaran dunia,dengan meninggalkan separuh dari harga pasaran sebelumnya.
Dari sejarah panjang tersebut,wajar juga kalau saat ini pihak Eksekutif (Bupati-red) dan Legislatif (DPRD-red) Kabupaten lingga sampai harus bersuara keras terhadap pihak Provinsi dan DPRD Kepri,dikarenakan tidak masuk nya Kabupaten Lingga di dalam Perda RTRW sebagai daerah tambang beberapa waktu yang lalu.
Tidak hanya berhenti dengan beberapa komentar ketidakpuasaan terhadap kebijakan yang dinilai tidak adil tersebut,beberapa puisi pun ikut meramaikan protes terhadap Perda yang dinilai membuang Kabupaten Lingga dari peta pertambangan yang ada di Kepri.
Puisi “Negeri Yang Tak Bertuan” pun dibacakan DPD KNPI Kabupaten Lingga melalui Ketua nya Saparudin dihadapan pihak media pada Selasa (05/09) di Daik.
” Negeri Yang Tak Bertuan ”
Kita dilahirkan dari Ibu yang sama,Provinsi Riau
Umur kita juga tidak jauh beda
Tapi kita seperti tak saling mengenal
Banyak yang menyusui di Bunda Tanah Melayu ini
Tapi banyak juga yang muntah di negeri antah berantah ini.
Wahai pemangku adat,pemilik kekuasaan,wakil daripada suara Tuhan
Sadar kah kalian ?
Negeri kami Bunda Tanah Melayu
Negeri Kerajaan Riau-Lingga yang terdengar di mancanegara
Tapi tak terdengar di Pemprov Kepri ini.
Daerah yang memiliki ratusan pulau yang tak berpenghuni
Beraneka ragam hasil pertambangan
Tetapi tidak pernah dikatakan daerah pertambangan oleh Pemerintah Provinsi Kepri.
Sungguh tragis,kalian siksa kami
Kalian matikan perekonomian kami
Tapi kami masih berdiri
Kami tetap tegak,mesti pun terhoyong
Kami bisa makan dengan tangan kami sendiri.
Belasan tahun yang silam,
Kesenjangan pembangunan tak pernah kami hiraukan
Tak pernah kami ributkan
Tapi hari ini,
Kami bernyanyi karena kami semakin tersakiti
Kami ada,seperti tiada
Negeri Bunda Tanah Melayu kalian jadikan simbol Provinsi Kepri
Tapi kalian melupakan apa yang ada pada daerah kami.
Kepada siapa kami harus menyapa
Kepada siapa kami harus bertanya
Kepada siapa kami harus meminta
Kami tak meminta harta benda
Karena kami tau,kalian menganggap kami miskin
Kami hanya meminta masuk kan RTRW Provinsi Kepri
Bahwa Lingga Bunda Tanah Melayu merupakan daerah pertambangan
( Daik Lingga,Safarudin )
Kepada pihak media yang ada,Saparudin mengatakan kalau puisi yang ditulis dan dibacakan dihadapan pihak media pada saat itu,mewakili sikap pihak KNPI Lingga terhadap hilangnya Kabupaten Lingga dari peta daerah tambang yang ada saat ini.
” Masalah puisi ini,puisi “Negeri yang tak bertuan” ini,menyangkut pemuda di Kabupaten Lingga,khususnya masyarakat di Kabupaten Lingga.Kami berharap puisi mewakili dari para pemuda-pemuda yang resah.Kita punya negeri,punya tempat bernaung.Tetapi macam tak bertuan ketika izin-izin di ambil oleh Provinsi.Apalagi di RTRW nya tidak masuk pulak.Padahal kita punya,kita kaya dibanding dengan Bintan.Jadi keresahan saya selaku Ketua KNPI Kabupaten Lingga,saya tuangkan dalam tulisan puisi ini,yang saya beri judul “Negeri Yang Tak Bertuan”.Dari sektor tambang inikan membuka lapangan kerja ribuan orang.Bukan berarti kami mendukung (tambang-red) secara mutlak.Tidak juga mengamini.”Kata Saparudin.
Namun urusan protes terkait RTRW melalui puisi saat ini,tidak hanya lahir dari Ketua KNPI Lingga saja.Arpa yang sehari-hari nya berprofesi sebagai wartawan di salah satu medi online yang ada pun ikut menyoroti masalah tambang tersebut dengan puisi nya.
” Sebagai bentuk dari rasa kekecewaan atas kehadiran Perda RTRW Provinsi Kepri yang disahkan beberapa waktu yang lalu.Bagaimana pun potensi tambang di Lingga begitu besar.Dengan potensi itu,seharus nya pihak Pemprov Kepri mampu melirik ke bawah.Bagaiman ekonomi masyarakat Lingga tidak mati,kita melihat dari kota timah (Dabo-red) saja.Hari ini masyarakat banyak yang menjerit karena susah pekerjaan.Di akui memang sejauh ini,Pemkab Lingga belum mampu menciptakan lapangan pekerjaan.Namun dengan andilnya Perda ini juga,justru kami menilai geliat ekonomi masyarakat sendiri terhambat.”Kata Arpa yang memberi judul puisi nya ” Suara Hati,Bungkam Seribu Kata” kepada Selingga.com.
” Suara Hati,Bungkam Seribu Kata ”
Saat perkara diputuskan
Saat keadilan tak mampu ditegak kan
Menutup seluruh celah pendengaran
Hingga hati nurani di luluh lantakkan
Ingatkah kalian siapa yang dulu besar,
Sekarang di kerdilkan
Ingatkah kalian siapa yang awal,
Sekarang di akhirkan
Kita lahir dengan cara yang sama
Kamu ada karena kami ada
Tampa kami mungkin saja Kepri hanya impian
Haruskah kami mengemis,wahai Provinsi ku ..?
Dengan lantang kami berteriak,
Tuan ….. !!!
Jangan bunuh kami dengan pena mu
Jangan hunus kami dengan belati mu
Jangan telan kami dengan lidah mu
Hingga kalian tertawa … ha..ha..ha…
Sementara kami meratap airmata
Menangis,merintih terzalimi
Dengan keputusan tampa hati
Yang tampa memandang ekonomi negeri kami.
Wahai Provinsi ku
Dengar jerit pekik kami rakyat mu
Jangan bungkam akan anugerah kami
Jangan kunci pintu nikmat kami
Hamparan hutan kami
dipenuhi rezeki dari laut,
Hingga perut bumi
Jangan bunuh kami ….!!!
Jangan ….!!!
Kami jelata tang dihianati saat ini
Perda RTRW Provinsi jelas tutup ekonomi kami
Kami dipecundangi dengan licik,
Politik menganak-tiri
Wajah kami lesu tersapu politik
Tersipu akan sebuah intrik
Terhempas tipuan taktik
Kini diam …. Tapi jangan kira kami tak berkutik
Lihat semua suara menderu bernyanyi
Wajah pribumi kini,spontanitas menari
Menari diatas ujung tajam duri-duri
Kadang hati terasa tersakiti
Membungkam lembaran sanubari
Beribu kata tampa cahaya
Merasuk pada seluruh jiwa
Ungkapan penuh makna kami bawa
Tak berarti layaknya fatamorgana
Kami coba diam tampa kata
Cuma sepenggal ungkapan kata
Dikamar hampa,mengikut alur cerita
Sampaikan kami merasa terbebas dari prasangka.
Oh tidak …!!!
Kami ingin sebuah perubahan
Dengan bendungan kebenaran tampa kemunafikan
Kami ingin ekonomi hingga tampa hambatan
Rubahkan …!!!
Rubahkan Perda RTRW Kepri yang sudah di sah kan
Jangan buat kami berpikir lagi
Kerasnya jeruji besi jadi saksi
Akan matinya keadilan di negeri ini
Akan hinanya pemimpin negeri ini.
( Daik Lingga ,Selasa 05/09 ) (Im).
sangat wajar jika suatu saat DABO menjadi KOTA MADYA di juluki KOTA TIMAH (tertib,indah,mandiri,aman harmonis)