Selingga.com (23/06) Lingga. Kerajaan Hulu Medang yang digambarkan pada awal masyarakatnya hidup dengan aman dan damai, kini tidak lagi. Sekarang suasana Kampung Hulu Medang tengah terjadi perdebatan-perdebatan pemuda kampung dengan para lanon-lanon yang mengganas di Hulu Medang tersebut. Oleh Baginda Sultan Alamsyah yang berkuasa saat itu, memerintahkan Panglima Darma untuk menumpas para lanon yang ada. Namun dibalik itu semua, Sultan Alamsyah punya maksud lain terhadap panglimanya. Disaat dengan gagah beraninya Panglima Darma berjuang menumpas para lanon, Sultan menggunakan ketiadaan panglimanya, untuk merayu istri Panglima Darma. Namun dengan tegas, istri dari Panglima Darma menolak. Hingga digambarkanlah dalam lakonan ‘Keris Berdarah’ dari Sanggar Bangsawan Sri Cendana yang melibatkan sebanyak 25 orang pelakon itu, Sultan harus menebus kesalahannya, di ujung keris Panglima Darma.
Jalannya pagelaran Seni Bangsawan dari Sanggar ‘Sri Cendana’ Desa Mepar, Kecamatan Lingga Kabupaten Lingga pada Sabtu (22/06) malam di panggung serba guna itu, merupakan niat dari pihak pemuda, untuk mengangkat kembali Seni Bangsawan yang telah pakum selama kurang lebih 30 tahun, semenjak dipentaskan terakhir pada tahun 80an, meskipun pada tahun 2016 tadi pernah ditampilkan sekali, atas permintaan mahasiswa yang berkunjung ke Desa Mepar.
“Kami dari Sanggar Sri Cendana, ingin menampilkan salahsatu budaya yang selama ini terpendam di Pulau Mepar ini. Di Mepar ini terkenal dengan budaya-budaya sejarah, yang mana dari tahun 1970an dulu, pernah menampilkan beberapa sandiwara (Bangsawan – red), yang menaikan nama kerajaan-kerajaan atau kesultanan-kesultanan. Jadi kami ingin membangkitkan kembali nuangsa budaya, terutama untuk Seni Bangsawannya,” kata Jamalul Pawais, selaku sutradara lakonan ‘Keris Berdarah’ kepada pihak media, usai pementasan.
Jamalul juga menambahkan, kalau pihaknya berusaha untuk kembali menegakkan seni theater bangsawan di desanya.
“Insya Allah nanti nya, saya dari pengurus Sanggar Sri Cendana ini, akan mencoba membangkitkan kembali seni-seni yang ada di Pulau Mepar ini, terutama pada seni sejarah yang telah lama terpendam, Insya Allah. Kami mohon kepada Pemerintah Daerah, terutama pemerintah setempat, terutama kepada Dinas Kebudayaan, kami ingin membangkit kembali budaya seni Melayu ini, terutama Seni bangsawan, puisi, pantun, syair dan sebagainya,” tambah Jamalul.
Kegiatan tersebut juga sebagai bagian dari memperkenalkan kembali seni bangsawan, terhadap pemuda-pemuda desa.
“Kami pemuda Pulau Mepar juga mengucapkan terima kasih kepada kawan yang telah memberikan support dan orang-orang tua kami, yang telah memberikan cerita yang menggugah semangat kami, dalam Bangsawan ini. Tujuan kami juga untuk mengeratkan silaturrahmi kepada pemuda-pemuda dan memperkenalkan lagi Seni Bangsawan ini. Kami juga perlu bimbingan dari orang tua kami. Mungkin celatah-celatah atau madah-madah kami yang kurang baik, kami ingin belajar lagi dan belajar lagi untuk yang lebih baik,” kata Jamalul Pawais.
Sedangkan pihak Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga, melalui Kasi Sejarahnya Agussuandi yang hadir saat itu, mengatakan kalau pihaknya mendukung kegiatan yang ada.
“Kalau dari Dinas Kebudayaan, memang kami sangat menyokong ini dan kita juga ada membentuk beberapa sanggar, diantaranya mungkin sudah ada yang tenggelam timbul. Salah satunya di Budus. Kita tidak tahu apa penyebabnya ini. Belum dapat konfirmasi apa selanjutnya. Kita berharap di desa ada lagi yang membentuk bangsawan ini. Kita dari Dinas Kebudayaan menyokong itu. Mungkin melalui APBD kita, berapa kemampuan, kita akan bantu sanggar-sanggar ini,” kata Agussuandi.
Pihak Dinas Kebudayaan Lingga itu juga berharap, masing-masing kecamatan yang ada di Lingga ini, dapat mengangkat sejarah yang ada melalui seni bangsawan tersebut.
“Kita mengharapkan di masing-masing desa, masing-masing kecamatan yang ada di Lingga ini, berharap sekali budaya ini terangkat, seperti di Mepar ini, di Panggak Laut, Kerandin. Mereka pandai bermain, karena di masing-masing tempat itu, ada sejarah. Seperti di Mepar ini, ada ‘meriam sumbing’, itu ada cerita bangsawannya dan masih dapat kita gali sejarah lamanya. Bagaimana hebatnya Datok Kaya Montel, yang juga terkenal sampai di Malaysia. Kita berharap budaya-budaya lama ini, akan terangkat kembali. Sekaligus mengangkat Kabupaten Lingga itu, bahwa inilah ‘Negeri Bunda Tanah Melayu’ itu. Segala macam jenis budaya, ada di sini. Mengenai bangsawan ini sendiri, sudah ada sejak zaman Sultan. Mudah-mudahan kedepannya dapat dikenal oleh negeri-negeri lainnya. Mungkin melalui APBD kita, berapa kita mampu, kita akan bantu melalui sangar-sanggar itu,” papar Agussuandi.
Tampilnya Sanggar Seni Bangsawan Sri Cendana malam itu, mampu menarik perhatian dari Muhamad Ali, salah seorang mantan pemain bangsawan dari jaman dahulunya di Desa Mepar itu.
“Saya terakhir main pada tahun 1966. Kalau dapat, saya ingin memberikan (pengalaman-red), bagaimana waktu saya belakon (main bangsawan – red) dulu, kepada adik-adik dan anak-anak saya ini, supaya mereka dapat ilmu belakon dulu,” kata Muhamad Ali saat itu.
Sedangkan Abi Sopyan, selaku penata silat pada jalannya pementasan malam itu mengatakan, kalau mereka hanya melakukan latihan selama 3 hari, sebelum pementasan.
“Pertemuan hanya 3 hari, mereka tampil dengan cukup baik. Jarang dengan pertemuan 3 hari itu, bisa langsung nampil. Ini karena minat dan bakat anak-anak muda di Mepar ini, begitu kuat untuk bermain bangsawan ini dan kami pemain-pemain lama ini hanya mendukung. Yang bisa kami arahkan, tetap kami arahkan. Mungkin sekarang masih nampak kasar, nanti kami perhaluskan lagi,” kata Abi Sopyan.
Dari pihak pelakon sendiri, salah seorangnya mengatakan untuk tidak melihat keberadaan mereka yang berasal dari daerah terpencil.
“Jangan memandang kami ini, bahwa kami di daerah yang terpencil, pulau, biarpun desa kami termasuk Desa Wisata. Tetapi tolong pandang kami lebih dekat lagi, bahwa kami ini membawa seni. Disini juga dari orang tua-tuanya, ada berzanji. Dari ibu-ibu nya, rebana. Sudah masuk dalam satu sanggar lah,” katanya.(Im).