Selingga.com (08/09) Dabo. Kejaksaan Negeri (Kejari) Lingga resmi menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pembangunan Jembatan Marok Kecil yang dikerjakan selama tiga tahun anggaran, yakni 2022, 2023, dan 2024. Proyek bernilai miliaran rupiah itu diduga dilaksanakan tidak sesuai kontrak dan mutu pekerjaan.
Kepala Kejari Lingga melalui Kasi Intel, Adimas Haryosetyo, menyampaikan pengumuman tersebut dalam konferensi pers di kantor Kejari Lingga, Senin (8/9/2025). Adimas didampingi Kasi Pidum Kejari Lingga, Doni Armandos.
“Telah dikeluarkan surat penetapan tersangka masing-masing berinisial DY selaku pelaksana lapangan, kemudian tersangka YR yang merupakan konsultan pengawas,” ujar Adimas.
Dalam proses penyelidikan, Kejari menemukan bahwa DY diketahui mengerjakan sebagian besar hingga seluruh item pekerjaan pembangunan Jembatan Marok Kecil, padahal berdasarkan kontrak ia tidak memiliki kapasitas ataupun kewenangan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Ironisnya, tindakan itu diketahui dan tidak dicegah oleh YR yang menjabat sebagai konsultan pengawas sekaligus berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lingga.
“Diduga ada tindakan pembiaran dan pemufakatan sehingga hal ini bisa terjadi,” tegas Adimas.
Adimas menjelaskan pola serupa juga ditemukan pada tahun anggaran 2023. Pada tahun itu, DY kembali aktif bekerja di lapangan sementara YR dan PPK tidak mengambil langkah pencegahan atau pengawasan sebagaimana mestinya. Kondisi berulang juga terlihat pada tahun anggaran 2024 ketika pemenang tender berubah menjadi CV AQJ dengan direktur berinisial MN. Namun faktanya, pekerjaan di lapangan kembali dikerjakan oleh DY, sementara YR tetap menduduki posisi konsultan pengawas dan diduga membiarkan DY mengambil alih pelaksanaan proyek.
Berdasarkan keterangan ahli dari Lembaga Pengadaan dan Jasa Pemerintah, tindakan yang dilakukan oleh DY dan YR diduga melanggar Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, laporan ahli konstruksi menunjukkan adanya ketidaksesuaian volume pekerjaan serta mutu hasil pembangunan jembatan.
Terkait potensi kerugian negara, Adimas mengatakan hitungan kerugian masih dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Untuk kerugian negara dapat kami sampaikan masih dalam proses penghitungan oleh BPKP,” ungkapnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kejari Lingga belum merinci jumlah estimasi kerugian negara maupun status hukum pihak lain yang diduga terkait. Penyidikan masih berlangsung dan Kejari berjanji akan mengumumkan perkembangan lebih lanjut setelah proses perhitungan serta pemeriksaan lanjutan selesai. (red)








