Selingga.com (19/03) Dabo. Mengabdikan diri sebagai Pendidik adalah profesi yang sangat mulia. Mungkin tidak berlebihan jika saya mengatakan bahwa, tidak ada profesi yang paling menguntungkan baik dilihat dari sisi dunia maupun akhirat, selain profesi pendidik. Menjadi pendidik adalah bentuk pengabdian yang tiada batasnya. Sehingga hanya manusia-manusia tertentu saja yang dipilih oleh langit untuk terjun dan bermain peran sebagai pendidik. Apalagi sekarang seorang pendidik harus mampu memanifestasikan cita-cita dari kurikulum 2013 revisi terbaru yaitu Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), hal ini guna menjawab tantangan di abad 21 yang kian kompetitif. Jika dipahami secara mendalam hakikat dari Penguatan Pendidikan Karakter itu tentu bukan hanya pendidikan yang hanya mengedepankan pengetahuan rasional saja, akan tetapi justru pendidikan yang berbasis pada hati nurani. Artinya, yang disentuh bukan hanya kepekaan rasio saja, akan tetapi juga kepekaan hati. Pengetahuan memang penting. Namun, bila pengetahuan yang tidak didasari dengan hati yang tulus dan murni malah akan membuat ilmu itu menjadi semakin tak berguna. Maka mendidiknya juga dengan hati dan bukan hanya dengan rasio semata, agar kasus-kasus seperti peserta didik melawan perintah guru, kenakalan peserta didik dan bahkan kasus terbaru di Sampang-Madura ada peserta didik berani memukul sampai mengakibatkan meninggal gurunya sendiri, serta kasus-kasus lainnya dalam dunia pendidikan dapat dihilangkan.
Pendidikan berbasis hati nurani maksudnya ialah Mendidik Dengan Hati, kata-kata itu sungguh susah untuk dilaksanakan walaupun sebenarnya sangat mudah untuk diucapkan. Dan saya yakin semua orang yang menjadi pendidik punya keinginan untuk mendidik peserta didiknya dengan hati, tapi keinginan itu bagi sebagian pendidik hanya sebuah harapan yang sulit sekali untuk diwujudkan bahkan mungkin saja bagi sebagian pendidik bukan hanya sulit, tapi mustahil untuk mewujudkan kenginan mendidik dengan hati kepada para peserta didiknya. Lantas, bagaimana cara kita dapat mendidik peserta didik dengan hati? Jawabannya adalah, ada pada ungkapan yang dijadikan motto Pendidikan Nasional kita, yaitu ungkapan dari tokoh Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara: ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Jika kita mencoba memahami lebih dalam makna sebenarnya dibalik kalimat tersebut, yaitu memberi pesan tentang pentingnya mendidik peserta didik dengan hati atau pendidikan berbasis hati nurani.
Menjadi Teladan
Ungkapan ini memiliki makna yang sangat dalam bagi seorang pendidik. Sebab pendidik itu adalah di depan memberi contoh. Dia harus memiliki kepribadian yang baik sehingga bisa menjadi contoh bagi anak didiknya. Di dalam Al Quran dinyatakan: Laqad kana fi Rasulillahi uswatun Hasanah, artinya: sesungguhnya di dalam diri rasul itu adalah contoh dan teladan yang baik. Maka para alim ulama termasuk pendidik yang merupakan pewaris para Nabi atau warastat al anbiya juga merupakan teladan yang baik. Keteladan ini akan berjalan dengan baik diterima oleh peserta didik jika pendidik memberi contohnya dengan hati. Keteladanan ini menjadi sangat penting dibiasakan kepada peserta didik, apalagi di zaman era digital dan teknologi canggih seperti sekarang ini, yang mampu mengikis budi pekerti mereka dengan arus tontonan dan budaya barat yang tidak relevan dengan budaya Indonesia. Dapat dilihat meningkatnya kasus kenalakan remaja atau pelajar bisa kita cermati dua tahun terakhir ini, bahkan hampir selalu membanjiri bernada media sosial kita. Oleh karena itu, pendidik yang menjadi teladan peserta didik harus dengan sungguh-sungguh dan hati yang teguh dalam mengimplementasikannya.
Menjadi Pembangkit Semangat
Pendidik harus mampu membangkitkan dan menggugah semangat peserta didik. Dia akan menjadi seseorang yang memberi arah kemana perjalanan harus ditempuh. Dan kemudian menjaganya agar tetap semangat sehingga arah itu dapat ditempuh sesuai dengan waktu yang disediakannya. Lagi-lagi agar pendidik sukses mengarahkan masa depan peserta didik itu hanya bisa dilakukan dengan hati. Pendidik harus mampu masuk dalam ruang hati dan memahami karakter peserta didiknya. Membangkitkan semangat dapat juga dengan memberikan inovasi-inovasi dilingkungan sekolah serta mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar berkompetisi dalam kebaikan. Lebih dari itu, pendidik juga orang yang mengajarkan tentang betapa pentingnya sikap semangat dan disiplin waktu.
Menjadi Pendorong
Pendidik juga harus menjadi pendorong agar peserta didik memiliki kesuksesan di masa depan. Makanya, ketika berada di tengah-tengah komunitas belajarnya, pendidik harus memberikan dorongan, motivasi dan dukungan sepenuhnya agar peserta didik dapat belajar menjadi sukses dunia maupun akhirat. Seorang pendidik akan selalu bangga jika peserta didiknya belajar memperoleh prestasi yang membanggakan. Kebanggaan seorang pendidik adalah ketika peserta didiknya menjadi seorang yang lebih sukses dari dirinya. Jadi pendidik bukan sekedar mentransfer ilmu pengetahuannya (transfer of knowledge), akan tetapi juga menjadi pendorong yang kuat agar dapat membangun karakter sikap peserta didik. Begitupun dalam al-Quran Allah SWT berfirman bersumpah dengan waktu. wal ashri inna al insane lafi khusrin illa alladzina amanu wa amilush shalihat. Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Dalam ayat ini dipahami juga bahawa pendidik seharusnya tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) saja, akan tetapi juga menjadikan anak didiknya dapat menjadi orang yang beriman dan beramal saleh (transfer of value).
Itulah sebabnya, sekarang ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional sedang getol-getolnya mengintruksikan sekolah-sekolah menerapkan konsep ideal dan implementatif tentang Penguatan Pendidikan Karakter yang ada dalam Kurikulum 2013 revisi terbaru agar mencapai keberhasilan. Sangat wajar, karena dengan hanya mencetak manusia yang cerdas, kreatif dan kompetitif, maka akan menghasilkan manusia yang penuh persaingan dalam keadaan perkembangan dunia yang begitu kompetitif, apalagi dengan menambahkan Penguatan Pendidikan Karakter yang mengarah kepada akhlakul karimah, maka akan dihasilkan manusia yang mampu menjadi generasi emas di abad 21.
Oleh: Sugeng Fitri Aji, S.Pd.I.,M.Pd.I.
(Penulis adalah Pendidik SMA Negeri 3 Lingga Provinsi Kepuloan Riau dan Wakil Sekertaris PGRI Kecamatan Selayar)