Mengenang Kembali Seniman Asal Lingga, H Abbas Mahmud

Lingga89 Views
banner 468x60

Selingga.com (02/10) Dabo. Dalam perjalanan waktu saat ini, mungkin nama H. Abbas Mahmud bagi sebagian besar kalangan muda khususnya untuk yang lahir di era Generasi Millenials, Generasi Z bahkan Generasi Alfha tidaklah terdengar familiar. Namun sosok anak jati Lingga yang lahir di Desa Sungai Buluh, Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga pada 3 November 1941 ini telah banyak berbicara melalui karya-karyanya sebagai seorang seniman lukis (pelukis). Selain itu H. Abbas Mahmud yang tutup usia pada 04 April 2006 silam, sempat mendedikasikan dirinya sebagai seorang guru dan juga telah menempatkan dirinya sebagai seorang penulis skenario terbaik dan sutradara terbaik dalam Festival Teater se-Kabupaten Kepulauan Riau pada tahun 1993 saat Kepri masih bergabung dengan Provinsi Riau. Tidak hanya itu, sebuah buku karya Almarhum H. Abbas Mahmud dengan judul “Adat Istiadat Perkawinan Melayu Lingga, Singkep dan Senayang” ini tidak hanya menjadi salahsatu rujukan tentang perkawinan yang ada di Bunda Tanah Melayu ini, tetapi juga menjadi koleksi beberapa universitas di luar negeri seperti di University of Hawaii of Manoa (Hawaii), University of British Columbia (Kanada), University of Washington (Amerika Serikat), UC Berkeley (Amerika Serikat), Arizona State University (Amerika Serikat), University of Wiscousin (Amerika Serikat), University of Michigan (Amerika Serikat) dan Cornell University (Amerika Serikat).

Untuk lebih mengenal sosok seniman ini, M. Valintianus Nurul Iman salah seorang anak dari Almarhum H. Abbas Mahmud saat ditemui di Dabo Singkep, Kabupaten Lingga pada Selasa (30/09) tadi mengatakan kalau orangtuanya juga menyempatkan diri menulis buku novel.

Mengenang Kembali Seniman Asal Lingga, H Abbas Mahmud

“Awalnya menurut cerita bapak, beliau bertiga. Almarhum bapak saya H Abbas Mahmud, Bapak Mustafa Yasin dan Bapak Rida K Liamsi. Dari kebersamaan mereka itu, bapak memilih untuk menjadi guru tidak ke jurnalis. Pak Mustafa Yasin ke jurnalis dan Pak Rida guru dan jurnalis. Bapak kemudian lebih condongnya ke lukis. Sampai beliau tergabung juga di Dewan Kesenian Riau pada masa itu. Almarhum bapak juga tidak hanya sebagai pelukis namun juga di sastra seperti puisi, novel yang saya ingat judulnya “Rebah Dimamah Masa”. Selain itu beliau juga pernah menjadi sutradara terbaik pada masa itu. Karena beliau berkecimpung di dunia teater sebagai penulis skenario bangsawan sekaligus sebagai sutradaranya,” kata Valin.

Baca juga :   Bupati Lingga Tinjau Lokasi Karantina Khusus

Valin juga menceritakan kalau almarhum orangtuanya ini di dalam keluarganya dikenal sebagai sosok yang memiliki kesabaran dalam mendidik anak-anaknya.

Mengenang Kembali Seniman Asal Lingga, H Abbas Mahmud

“Bukan ingin menceritakan yang lebih-lebih tetapi menceritakan apa adanya keseharian bapak. Beliau itu dikenal dengan kesabarannya. Almarhum bapak belum pernah memukul anak, mencubitpun belum pernah. Itu karakter beliau. Kami lima adik-beradik. Semuanya juga bersentuhan dengan dunia seni. Tetapi yang lebih mendalam itu, saya. Karena saya dulu kuliah di seni lukis di Jogja. Kalau adik-beradik yang lain lebih ke syair, puisi, ukiran. Saya yang larinya ke seni lukis, betul-betul ikut almarhum bapak,” terang Valin.

Meski berkiprah seniman, namun Valin menambahkan kalau dulu Almarhum H. Abbas Mahmud sempat melarang dirinya untuk mengikuti jejak orangtuanya tersebut di dunia seni.

“Iya, saya dilarang. Ada cerita lucunya ketika saya mau melukis, almarhum bapak selalu melarang. Kalau saya tanyakan kenapa, bapak bilang kalau jadi seniman itu miskin. Kemudian yang keduanya kalau jadi seniman itu harus jujur. Kalau tidak jujur, dia akan menipu karyanya. Boleh kita marah tetapi lampiaskanlah di karya kita. Jadi marah kita itu harus didalam seni, tidak membabibuta. Itu sekitar tahun 1997. Kemudian dalam diam-diam, saya lari dari rumah. Saya lari dan akhir masuk ke dalam dunia seni lukis di Jogja. Bapak inginnya saya tidak menjadi seniman. Saya dulu pernah mencuri kanvas dan kuas beliau. Hanya ingin melampiaskan rasa. Akhirnya ketahuan. Saya belajar melukis bukan dengan almarhum bapak, tetapi dengan teman bapak, namanya Almarhum Apandi, orang Kampung Jawa, Tanjungpinang. Akhirnya bapak tahu,” papar Valin sambil mengingat-ingat masa tersebut.

Mengenang Kembali Seniman Asal Lingga, H Abbas Mahmud

Sempat membuat orangtuanya kecewa, namun Valin telah membuktikan kalau seni juga merupakan jalan hidupnya, sama seperti yang dijalani oleh bapaknya.

“Dulu waktu kuliah awalnya saya lulus di psikologi sama ekonomi. Tetapi akhirnya saya putuskan masuk di seni lukis di tiga tempat. Pertama di MSD (Modern School of Design), kedua di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) dan yang ketiga saya di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Setelah saya kuliah, baru bapak tahu dan sempat kecewa. Bapak tahu saya memilih untuk kuliah di jurusan seni lukis saat beliau datang ke Jogja. Kalau dulu bapak sering Jogja untuk belanja alat-alat lukis beliau. Bapak kecewa namun saya katakan kalau saya akan bertanggungjawab dengan apa yang saya pilih. Saya akan buktikan kalau ini bukan hobi tetapi suatu jalan hidup saya. Ini saya buktikan kalau saat pertamakali saya bekerja adalah sebagai tenaga pengajar di bidang seni budaya di SMPN 1 Singkep Barat,” kata lelaki yang pernah ikut lomba lukis tingkat nasional dan selalu menjadi langganan juara satu untuk lomba melukis di Lingga ini,” kata Valin.

Baca juga :   Tarawih Di Atas Ro-Ro

Setelah hal tersebut, Valin mengatakan kalau akhirnya mereka selalu sharing dan saling berbagi ilmu.

“Setelah beliau bisa menerima keputusan saya untuk terjun di dunia seni, almarhum bapak sering sharing. Malahan beberapa kali beliau pernah mengajak untuk membuat buku tentang puisi. Mungkin itulah yang tidak kesampaian, karena keduluan beliau meninggal. Kalau terkait lukisan, paling sering kita sharing. Kebetulan beliau otodidak dan saya akademisi. Disitu sebenarnya terlihat bahwa tidak ada seniman yang egonya besar, tidak ada itu. Seniman itu harus sering berbagi,” jelas Valin.

Terkait dengan kebiasaan H. Abbas Mahmud ketika melukis, Valin menjelaskan kalau bapaknya itu lebih melakukannya dalam suasana santai saat melukis dan memilih hari libur untuk menulis.

“Kalau bapak itu gaya saat beliau melukis itu enjoy. Dengan kaos singlet, celana pendek, itulah gaya beliau kalau melukis di rumah dan saya selalu duduk disamping beliau. Saya juga ada rencana dan berkeinginan untuk menulis buku terkait tentang seni lukis di Lingga ini. Biar anak-anak kita di Lingga ini tahu bahwa aliran seni lukis itu tidak satu, banyak. Ini juga untuk bekal mereka agar tertarik nantinya ketika melanjutkan ke jenjang universitas. Sebelumnya saya juga pernah buka kursus geratis. Kalau terkait dengan menulis, dirumah bapak itu ada perpustakaan. Beliau selalu lebih banyak menulis itu disaat hari libur. Bapak itu punya satu ciri khas atau style. Bapak itu orangnya selalu rapi, selalu pakai kemeja masuk kedalam. Kemudian selain peci, beliau selalu menggunakan topi pet seperti Pak Tino Sidin,” terang Valin.

Di Lingga sendiri, karya-karya lukisan H. Abbas Mahmud adalah lukisan sultan yang ada di Istana Damnah, Daik Lingga.

Baca juga :   WNA Bisa Mengajukan Visa Pendidikan Non Formal Indonesia Mulai 15 Juli 2025

“Termasuk karya beliau itu kalau di Istana Damnah adalah lukisan sultan. Kemudian beliau juga merevisi logo Kabupaten Lingga, yang sekarang kita gunakan ini. Kalau hasil karya bapak kalau tidak salah saya ada beberapa di rumah bapak, kemudian sama teman-temannya, rumah adik-beradik saya, rumah saudara bapak. Kemudian ada karya terakhir beliau dan itu ada di rumah saya. Kalau terkait yang ini, saya belum pernah melihat beliau melukis abstrak. Yang terakhir ini abstrak ekspresionisme,” jelas Valin.

Sedangkan terkait dengan naskah “Rebah Dimamah Masa”, Valin mengakui kalau naskah tersebut belum sempat diterbitkan oleh almarhum.

“Kalau naskah ada yang belum terbit, masih dalam bentuk lembaran dengan judul “Rebah Dimamah Masa”. Ada juga yang ingin menjilidkan, namun belum saya beri,” kata Valin.

Untuk kebiasaan menulis naskah-naskahnya, Valin mengatakan kalau alamrhum bapaknya sering terlebih dahulu melakukan riset hingga ke pulau-pulau yang ada.

“Bapak selalu pergi, meriset. Beliau kalau saat itu selalu tidak berada di rumah. Beliau pergi kemana-mana, ke pulau-pulau untuk mengumpulkan bahan risetnya. Buku adat-istiadat perkawinan Selingsing, saya masih ingat betul kalau beliau tidak ada dirumah selama berbulan, keliling. Mencari sumber dari orang-orang tua hingga terbitlah buku “Adat Istiadat Perkawinan Melayu” ini. Selain itu bapak juga selalu menjadi juri untuk setiap kegiatan lomba puisi di Lingga,” kata Valin.

Valin sendiri, selain menggeluti hobi dan bakat melukisnya dan juga sebagai abdi negara tersebut, masih menyempatkan diri berkarya dengan membuka Rumah Kriya Lingga. Berbagai produksi berbahan kayu telah dilahirkan dari workshop bengkel seninya itu. (Red).

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *